Mumpung lagi musim ujian.
Apalagi saya baru saja menghadapi Ujian Nasional. Ga asing lah dengar kata nyontek kalau lagi masa ujian.
Dari cara konvensional sampai cara modern sudah menjadi rahasia umum. Saya
sendiri sebagai “pelaku” kadang-kadang tercengang dengan teknik mencontek yang
makin kreatif tiap tahun. Sudah tidak umum nulis kunci jawaban di meja. Yang
sekarang ngetrend adalah menyelipkan secarik kertas kecil berisi kunci jawaban
di lubang di balik ujung bawah seragam, menuliskan kode di pergelangan tangan,
bahkan dengan menuliskan kode di depan papan tulis bersama dengan gambar-gambar
abstrak lain, tentu dengan kode yang hanya telah diketahui oleh anak-anak
sekelas. Dan kunci jawaban sudah tersebar malam sebelumnya. Terkadang memang
ada oknum pengajar yang menyebarkannya atau memang anak-anak
mengubek-ngubeknya. Meski seringkali mendapat kunci jawaban yang salah,
anak-anak tetap tidak kapok menggunakannya karena memang ada kalanya kunci itu
benar. Menjadi idealis, jika anda tidak jenius, maka siap-siap saja gali
kuburan sendiri. Bahkan dibacakannya tata tertib ujian dan adanya pengawas
tidak berarti apa-apa bagi praktik percontekan ini. Kami hanya mampu tertawa
geli saat teks ujian bahasa Inggris menjelaskan kerugian mencontek.
Well, saya tidak akan munafik.
Kita akui saja bahwa menyontek bukan melulu kesalahan siswa. Sadarkan para
pendidik bahwa tidak akan ada asap jika tidak api? Tidak akan ada praktik
menyontek jika tidak ada sistem yang memaksa demikian? Meski anda berulang kali
mengatakan bahwa anda lebih senang melihat nilai jujur, tetap saja anda
mengomel saat ada siswa yang harus mengikuti remedial pelajaran anda.
Seringkali siswa yang tidak lulus karena mereka tidak mencontek. Dan kejujuran
mereka dihadiahi omelan anda? Dan jika dikatakan ini untuk menguji kemampuan
individu, maka tidak fair. Seperti yang dikatakan di atas, apalah arti
kejujuran jika anda para pendidik tidak menghargainya?
Saya lebih menyukai ujian praktek dibanding ujian tertulis seperti ini. Di tes
satu-persatu itu fair, sesuai kemampuan. Dan sejelek-jeleknya kemampuan di
ujian praktek, tidak ada yang namanya remedial. Ada cerita nyontek di ujian
praktek? Tentu tidak ada. Karena tidak ada yang merasa terbebani.
Pada dasarnya kita ini makhluk
sosial. Bolehlah kami tidak “sosial” di kehidupan sehari-hari tapi kami kompak
“sosial” di saat ujian. Kenapa tidak memanfaatkan “kesosialan” kami untuk ujian
berbentuk teamwork? Bagi kami, ujian adalah teamwork, tidak peduli bentuknya
apapun. Bahkan dalam menyontek ini, kami merasakan "kebersamaan", merasa lebih bersama karena senasib sepenanggungan dan ingin sukses bersama.
Kalau anda, para pendidik, tidak
ingin ada cerita siswa anda menyontek, maka hapus sistem ujian tertulis. Kalau
tidak, buatlah ujian semudah mungkin. Bukan dimudahkan bobot soalnya seperti
anak SMP. Tidak rugi kan jika anda memberi semacam kisi-kisi yang pasti keluar
di soal? Para siswa dapat mempelajarinya dan mendapat nilai yang baik. Kalau
siswa di remedial, anda yang akan repot. Kalau siswa nyontek, anda akan merasa
gagal, dan anda memang gagal kalau siswa menyontek di pelajaran anda. Berarti anda
tidak membekalinya dengan ilmu yang mumpuni yang membuat mereka percaya diri
mengerjakan soal tersebut. Anda hanya menjejali mereka dengan teori tanpa
memastikan bahwa mereka paham. Kenyataannya, banyak anak yang tidak menguasai
materi pelajaran. Kalau anda menyalahkan jam pelajaran yang kurang lama, beri
mereka kisi-kisi. Jika anda telah memberi mereka kisi-kisi, maka tidak ada
alasan bagi kami untuk menyontek. Jika mereka tetap menyontek, berarti ada
masalah di keinginan mereka untuk mempelajari kisi-kisi tersebut.
Bagaimana dengan UN? Kisi-kisi
telah diberikan tiap tahun bersama dengan isu kunci jawaban yang tersebar
sebelum ujian? Wajar ada perasaan tegang. Bagi saya pribadi, saya tidak akan
mempercayai jawaban UN yang bertebaran. Itu kembali dengan bagaimana para
pendidik memantapkan siswa dengan acara pemantapan. Jika ingin menguji siswa,
berilah contoh soal-soal yang satu tingkat lebih sulit dari yang akan
disoalkan.
Ini hanya sebentuk suara hati
seorang pelajar. Kalau anda, para pendidik, tidak ingin melihat kami menyontek,
maka bangunlah kepercayaan diri kami. Jangan merasa anda telah melakukan yang
terbaik jika kami masih menyontek jika mengerjakan soal darimu.
I’m cheating ‘cause
you not teach me well. #Sikap.