Ada dua berita bahagia yang seharusnya sejak sebulan lalu aku
beritahukan kepada khalayak. Apakah itu? Jreng jreng jreng jreng!
Yang pertama, aku pindah
rumah. Yeay! *tabur confetti*.
Kenapa
aku seriang ini pindah rumah disaat orang lain mungkin berat hati untuk pindah?
Daripada disebut tidak betah di tempat tinggal yang lama, lebih tepat jika
disebut aku memang tidak memiliki hati yang tertambat disana. Tidak memiliki
sesuatu yang patut kupertahankan untuk tinggal disana. Atau harus kukatakan,
rumah lamaku mirip penjara dan hampir menyerupai neraka dunia. Mengapa? Apakah
nyaman tinggal dikelilingi orang-orang beraura negatif yang pendengki? Banyak
peraturan konyol di tempat tinggal lamaku. Jangan ini, jangan itu. Urgh!
Terlalu banyak selisih paham di tempat tinggalku dulu. Telat sedikit pulang,
tidak diberi pintu. Itu cukup menyulitkan buat aku yang sering pulang telat
karena tugas sekolah atau bimbel. Dan segudang keluhan karena mereka tidak
nyaman dengan sikapku yang cuek alih-alih menjilat mereka. Hei, ini abad 21.
Saatnya kebebasan. Kasarnya, loe tenang, gue santai. Loe usik, gue bantai.
Bukan tipeku untuk mau tahu urusan orang sebagaimana mereka suka ingin tahu
urusanku. Dan mereka itu, berat hati kukatakan, adalah keluarga besar tempatku
bernaung.
Allah
memang menjawab do’a hambanya yang teraniaya. Maka, setelah nyaris 1,5 tahun
aku tinggal bersama mereka yang bertanduk, tepat tanggal 24 Desember 2012
kurang lebih pukul 4 sore, rumah tipe 36 yang terletak di salah satu perumahan
sederhana di tengah kota Cianjur resmi kami tempati *tiup terompet* meski masih
dalam status mengontrak :$. Rasanya, dengan tinggal lepas dari keluarga, kami
memiliki kehidupan yang damai. Meski rumahku kini hanya seukuran kamarku di
tempat tinggalku dulu, aku tidak bisa tidak untuk merasa bersyukur atas
karunia-Nya. Dengan segala keterbatasan yang ada, ternyata senyumku lebih lebar
disini. Di tempat tinggalku dulu, percaya atau tidak, aku tidak bisa tersenyum.
Tapi disini, aku bisa tertawa =D
Dari
kejadian ini, ada dua hal yang kupelajari. Pertama, jangan terlalu mencintai
sesuatu. Hidup itu dinamis. Jika seandainya aku terlalu mencintai tempat
tinggalku dulu, maka aku tidak bisa move on dengan pengalaman baru. Atau malah
jadi tidak mensyukuri rumahku ini. Jangan letakkan hati dimanapun, pada apapun.
Cukup hati ini kita pegang, kita bawa sepanjang petualangan hidup kita.
Kedua, jangan
tinggal dengan keluarga besar. Itu adalah pelajaran penting di kehidupanku kelak.
Banyak konflik yang tidak melulu keluarga harus tahu, yang jika tahu malah
menjadi aib kita. Belum lagi biasanya terjadi konflik karena materi. Secara
kebebasan pun kita terkekang. Apalagi kalau di keluarga itu berprinsip harus
terbuka sementara kita membutuhkan privasi.
That’s
life, right? Bumi Allah itu luas. Dan Allah menganjurkan untuk hijrah. Hijrah
ke kehidupan yang lebih baik. Hijrah itu memerlukan keberanian, karena selalu
ada resiko dari sebuah hijrah. Karena itu, berbahagialah orang-orang yang
berani berhijrah.
Kapan-kapan aku bikin episode ribetnya pindahan. Lengkap dengan foto dan pemandangan halaman belakang yang super awesome!
Yang kedua, aku pindah dari hatimu, sayang. Hoho....tanggal 29 Desember menjadi hari bersejarah. Aku move on dari hatimu setelah 1,5 tahun mendambamu. Bagai punuk merindu bulan. Ya, itu aku untukmu. Sepertinya aku harus melihatmu menelan ludah sendiri, melanggar kata-katamu sendiri, untuk membencimu. Lain di mulut lain di hati kau! Ternyata kau tergoda juga oleh wanita. Cukup tau kamu pengen bikin affair dengan sahabatku sendiri. Cukup tau kalau kamu pengen manasin aku dan menghempaskan aku sekeras-kerasnya. Nyatanya, aku bangkit tanpamu. Kamu bagaikan sampah di hati dan pikiranku. Yang telah kubuang sudah. Tinggal debumu yang tersisa, my lovedust.
At last, hold your heart tight and
bring it move on together!