Archive for Januari 2012

Episode Saltum

Well, ini semua bermula akibat pengumuman kemarin : "Besok TO di sekolah pakaian bebas, sopan, tidak bersendal, dan tidak menggunakan CELANA JEANS". It's Sunday and It's Freeday. Aku punya beberapa pilihan : 

1. Nekat tetap memakai celana jeans. Aku sih ga masalah. Tapi aku ga mau cari masalah. Dan aku ga punya jenis celana lain.
2. Pake rok. Ini bisa jadi alternatif. Tapi semua rok milikku sudah sempit sejak terakhir pakai dua tahun lalu. 
3. Pake gamis. Nah, inilah yang disarankan oleh ummi tercinta. Kau tahu apa jawabku, "Belum pede. Belum siap jadi sorotan banyak orang". 
4. Alternatif terakhir : pake celana olahraga. Ini saran teman aku. Akhirnya kita pake bertiga. 

And after all, it's suckest thing ever! Begitu nyampe sekolah, banyak kok anak-anak yang make celana jeans. Nyesel juga sih. Tapi aku coba buat pede. Anak-anak ga mempermasalahkan. Ternyata para guru yang mempermasalahkan. Dari yang nanya, "Kok pake celana olahraga?" sampai yang nyindir, "Habis lari darimana, neng?". Gue udah kehilangan muka. Saltum total. 

Ini bukan inti cerita. Intinya adalah saat aku melihat temanku (aku ga kenal) pake gamis. Seketika aku kagum dan iri. Campuran keduanya. Aku ingin pakai gamis. Liat dia pede bikin aku iri. Kenyataan, itu revolusioner. Banyak yang kutakutkan dari menggunakan gamis sehari-hari (yang dimaksud sehari-hari adalah termasuk mengenakannya saat acara sekolah. Bukan hanya acara non-sekolah saja). Dari menjadi sorotan orang hingga pengen lepas lagi. Ga mungkin kan hari ini aku pake gamis besok pake jeans lagi? Ga konsisten. Dan kalo udah pake gamis, ga mungkin kan aku karaoke-an, dance, atau ngomong kenceng? 

Ya, emang masalahnya ada di diri aku sendiri. Tapi sejak saltum tadi pagi, kok aku malah pengen pake gamis ya? Nyesel sih nolak saran ummi. Belum pernah aku merasa lebih tenang daripada pake gamis :( 

Move On!


Ada dua berita bahagia yang seharusnya sejak sebulan lalu aku beritahukan kepada khalayak. Apakah itu? Jreng jreng jreng jreng! 

Yang pertama, aku pindah rumah. Yeay! *tabur confetti*.
Kenapa aku seriang ini pindah rumah disaat orang lain mungkin berat hati untuk pindah? Daripada disebut tidak betah di tempat tinggal yang lama, lebih tepat jika disebut aku memang tidak memiliki hati yang tertambat disana. Tidak memiliki sesuatu yang patut kupertahankan untuk tinggal disana. Atau harus kukatakan, rumah lamaku mirip penjara dan hampir menyerupai neraka dunia. Mengapa? Apakah nyaman tinggal dikelilingi orang-orang beraura negatif yang pendengki? Banyak peraturan konyol di tempat tinggal lamaku. Jangan ini, jangan itu. Urgh! Terlalu banyak selisih paham di tempat tinggalku dulu. Telat sedikit pulang, tidak diberi pintu. Itu cukup menyulitkan buat aku yang sering pulang telat karena tugas sekolah atau bimbel. Dan segudang keluhan karena mereka tidak nyaman dengan sikapku yang cuek alih-alih menjilat mereka. Hei, ini abad 21. Saatnya kebebasan. Kasarnya, loe tenang, gue santai. Loe usik, gue bantai. Bukan tipeku untuk mau tahu urusan orang sebagaimana mereka suka ingin tahu urusanku. Dan mereka itu, berat hati kukatakan, adalah keluarga besar tempatku bernaung.
Allah memang menjawab do’a hambanya yang teraniaya. Maka, setelah nyaris 1,5 tahun aku tinggal bersama mereka yang bertanduk, tepat tanggal 24 Desember 2012 kurang lebih pukul 4 sore, rumah tipe 36 yang terletak di salah satu perumahan sederhana di tengah kota Cianjur resmi kami tempati *tiup terompet* meski masih dalam status mengontrak :$. Rasanya, dengan tinggal lepas dari keluarga, kami memiliki kehidupan yang damai. Meski rumahku kini hanya seukuran kamarku di tempat tinggalku dulu, aku tidak bisa tidak untuk merasa bersyukur atas karunia-Nya. Dengan segala keterbatasan yang ada, ternyata senyumku lebih lebar disini. Di tempat tinggalku dulu, percaya atau tidak, aku tidak bisa tersenyum. Tapi disini, aku bisa tertawa =D
Dari kejadian ini, ada dua hal yang kupelajari. Pertama, jangan terlalu mencintai sesuatu. Hidup itu dinamis. Jika seandainya aku terlalu mencintai tempat tinggalku dulu, maka aku tidak bisa move on dengan pengalaman baru. Atau malah jadi tidak mensyukuri rumahku ini. Jangan letakkan hati dimanapun, pada apapun. Cukup hati ini kita pegang, kita bawa sepanjang petualangan hidup kita.
Kedua, jangan tinggal dengan keluarga besar. Itu adalah pelajaran penting di kehidupanku kelak. Banyak konflik yang tidak melulu keluarga harus tahu, yang jika tahu malah menjadi aib kita. Belum lagi biasanya terjadi konflik karena materi. Secara kebebasan pun kita terkekang. Apalagi kalau di keluarga itu berprinsip harus terbuka sementara kita membutuhkan privasi.
That’s life, right? Bumi Allah itu luas. Dan Allah menganjurkan untuk hijrah. Hijrah ke kehidupan yang lebih baik. Hijrah itu memerlukan keberanian, karena selalu ada resiko dari sebuah hijrah. Karena itu, berbahagialah orang-orang yang berani berhijrah.
Kapan-kapan aku bikin episode ribetnya pindahan. Lengkap dengan foto dan pemandangan halaman belakang yang super awesome! 

Yang kedua, aku pindah dari hatimu, sayang. Hoho....tanggal 29 Desember menjadi hari bersejarah. Aku move on dari hatimu setelah 1,5 tahun mendambamu. Bagai punuk merindu bulan. Ya, itu aku untukmu. Sepertinya aku harus melihatmu menelan ludah sendiri, melanggar kata-katamu sendiri, untuk membencimu. Lain di mulut lain di hati kau! Ternyata kau tergoda juga oleh wanita. Cukup tau kamu pengen bikin affair dengan sahabatku sendiri. Cukup tau kalau kamu pengen manasin aku dan menghempaskan aku sekeras-kerasnya. Nyatanya, aku bangkit tanpamu. Kamu bagaikan sampah di hati dan pikiranku. Yang telah kubuang sudah. Tinggal debumu yang tersisa, my lovedust. 

At last, hold your heart tight and bring it move on together!

Konsistensi

                                                  

Postingan pertama. Pertama lagi setelah dari dulu buku-tutup blog. Baru 5 posting, berhenti posting 5 minggu karena ga ada yang baca. Bikin blog baru. Tutup lagi. Sejak SMP bikin blog dan sampai saat ini postingan satu blog belum lebih dari 10 postingan.

Dulu obsesiku jadi orang pertama di kalangan teman-teman yang jadi blogger. Semangat '45 menulis materi buat blog (yang sebentar lagi akan di-repost ke blog ini). Semangat lari ke warnet buat posting. Dan aku tidak menyentuh blog lagi beberapa hari kemudian. Apa masalahnya? Dulu aku beralasan, "Males ke warnet. Ga ada internet dirumah". Alasan itu meluncur setelah euforia sesaat itu hilang. Dan wow, terlihat sekali ketidakkonsistensnya. Ga ada fasilitas adalah alasannya. Padahal dasar akunya aja malas.

Ketidakkonsistenan ini seperti cermin kehidupanku sehari-hari. Bosanan, ga ulet. Andai aku KONSISTEN, mungkin aku sudah akan mengelola satu blog selama 5 tahun dengan ratusan postingan dan menjadi blogger yang dikenal orang.

Buka-tutup blog bikin aku punya banyak blog yang ga keurus. Sudah lupa berapa banyak alamat blog dan postingan yang kubuat. Dulu, masa punya blog adalah masa yang paling membahagiakan. Sama bahagianya dengan punya diary saat aku kecil. Menumpahkan unek-unek yang meluap dari pikiran dan perasaan. Vakum blogging ternyata menyiksa. Joroknya, blog itu kloset-nya unek-unek aku :&

Hari ini, minggu kedua tahun 2012, aku lari ke warnet demi bikin blog dan repost. Sialnya, warnet baru ini tidak memiliki program Microsoft Word. What!! Tapi aku ga mau ga jadi blogging cuma gara-gara ini. Kubuat postingan pertama, untuk menyapamu.

Postingan singkat ini sebagai awal untuk blogging lagi. Semoga tidak ada kata tutup blog kali ini.


Cheers!